Posted by: todung | 2 October 2008

HIDUPKAN KEMBALI “LELANG” DI GEREJA

Akhir-akhir ini kesan dan pendapat jemaat terhadap pelaksanaan lelang di Gereja semakin negatif. Kesan itu sangat berakibat pada akan dihapuskannya pelaksanaan lelang di Gereja. Ada tuduhan bahwa lelang itu tidak sesuai dengan Firman Tuhan karena lelang merupakan ajang persaingan antarorangkaya, di Gereja pada hal apa yang diberikan oleh tangan kanan tidak boleh diketahui oleh tangan kiri, begitu Firman Tuhan. Persaingan antarorangkaya itu terjadi tidak disertai oleh itikad “memberi”, sesuai dengan Firman Tuhan, sering terjadi menjadi persaingan tidak sehat, bila seseorang kalah dari yang lain maka yang kalah suka berang, lalu tidak membayar lelangnya.

Bahkan ada lelang berlangsung secara paksa, yaitu dengan memanfaatkan pintarnya MC (master of ceremony, pembawa acara) yang dengan keahliannya secara khusus didatangkan untuk mengumpulkan dana lebih banyak  bahkan sering dengan cara terpaksa, karena walaupun yang bersangkutan pelelang tidak setuju, si MC sudah menyebut namanya dan segera menghentikan lelang dengan simbol: satu, dua, tiga (pertanda lelang disetujui).

Menjadi kenyataan bahwa panitia kemudian menunggak hutang, karena tunggu punya tunggu, kebanyakan yang melelang baik yang benar-benar setuju maupun yang dipaksa oleh MC, tidak membayar lelangnya, kalaupun dibayar sangat tidak dengan sukahati dan sukacita namun dengan sungut-sungut dan mengkambinghitamkan orang lain. Hal seperti inilah yang terjadi dewasa ini, bukan hanya di kota, sudah merembet hingga ke desa. Kenyataan seperti inilah menyebabkan pelaksanaan Lelang semakin tidak populer

Pelaksanaan Lelang yang sebenarnya ialah Persaingan Janji Iman. Dahulu, di kampung, orang tua ada yang membawa binatang peliharaan ke Gereja seperti ayam hidup, babi hidup, ikan hidup, juga hasil kebun seperti buah-buahan, padi dan barang-barang lain sebagai persembahan untuk dilelang. Jemaatpun berlomba me-lelang sesuai degan kemampuan masing-masing, tanpa ada rasa bersaing, namun berlomba memperbesar persembahan untuk keperluan Gereja, untuk Tuhan.

Perasaan seperti inilah yang merupakan hakekat asli dalam Lelang, yang hilang dalam pelaksanaan lelang sekarang, sudah diganti dengan persaingan tidak sehat seperti terurai di atas. Gereja-gereja banyak terbangun sejak berabad-abad terutama di Sumatera Utara dengan metode pengumpulan dana Lelang asli. Dewasa ini dirasakan oleh para panitia pembangunan gereja, betapa sulitnya mengumpulkan dana. Mengharapkan partisipasi orang kota, atau bantuan pemerintah, atau dukungan anak rantau dari gereja setempat, ternyata tidak semua yang bisa berhasil, karena anak rantau juga sudah menjadi tokoh pembangun gereja baru ditempat rantaunya. Kembali pada kesimpulan bahwa keberhasilan pembangunan Gereja sangat tergantung pada diri jemaat setempat.

Dasar pertimbangan itulah menurut pendapat saya, jangan kecilkan arti sebuah lelang di gerejamu, lakukanlah lelang sesuai dengan aslinya yaitu hanya sebagai persembahan dan janji iman kepada Tuhan bukan persaingan. Jika kita harus menolak Lelang maka semestinya dengan alasan yang tepat, dan jangan tanpa solusi.

Ada orang menolak program kewajiban-kewajiban jemaat ke Gereja, alasannya jemaat sendiri sudah penuh dengan penderitaannya masing-masing, mencari dana untuk gereja adalah merupakan tugas pengurus gereja, dia sendiri sebagai pengurus gereja tidak memberi solusi atau upaya untuk memperoleh dana untuk keperluan gereja dan pembangunan gereja. Pengurus gereja seperti ini juga menghilangkan rasa memiliki jemaat kepada gerejanya, menjadikan mereka menjadi tamu di gerejanya, tanpa ikut berpartisipasi, cukup menerima berkat Tuhan saja.

Marilah kita kembangkan kembali pelaksanaan Lelang di Gereja kita masing-masing.


Responses

  1. Aku sudah melayani di HKBP Menteng dari sejak tahun 1974 hingga sekarang. Di sana belum pernah sekalipun dilakukan lelang. Namun, gereja itu dapat memenuhi segala kebutuhannya.

    Amang St. H. Siahaan Yth: Terima kasih atas kunjungannya. Memang Lelang itu lebih dibutuhkan bagi Gereja-Gereja yang keadaan anggota jemaatnya pas-pasan, bila sudah mampu mandiri tidak perlu, mereka lebih mengandalkan program janji iman pribadi, atau planning yang mapan dari panitia mengandalkan partisipasi jemaat atau simpatisan dari kolega jemaat, namun janganlah program kemapanan tersebut karena alergi dengan Lelang bahkan mendiskreditkannya. Bila Lelang terjadi di Gereja manapun sebaiknya dikembalikan kepada aslinya yang sangat rohaniah, bukan untuk penonjolan diri secara duniawi.
    By the way, hubaen ma situsmunai gabe teman situshu Amang, mauliate. Love, Love n Love (StTodungLToruan)

  2. Mauliate amang, molo gabe partner hita tong di dunia maya. Bahen sangap ni Tuhan ma i. Soli Deo Gloria in exelcis! (St. Hotman Siahaan)

  3. 5 tahun terakhir ini saya selalu menjadi mc dalam kegiatan perayaan di gereja (hkbp surabaya) termasuk lelang untuk penggalian dana.
    memang belakangan ini terasa kejenuhan pada diri jemaat karena banyaknya acara penggalian dana. solusi yang dilakukan di hkbp surabaya, ya itu .., mengetuk hati jemaat untuk memberi sebagai tanggung jawab dan kewajiban untuk kebesaran TUHAN semata. Melalui amplop yang dibagi Parhalado( pakai nama atau tidak, terserah pemberi ) ternyata, 2 tahun terakhir ini menunjukkan kenaikan yang signifikan. Kunci yang utama adalah transfaransi pengelolaan dana.
    akhirnya, bebanku sebagai mc bisa berkurang.
    horasma

    http://rapmengkel.com

    Bapatua, boha ma bahenonta asa kembali roha napajongjong Gareja di halak hita tarlobi angka ruas na terpanggil memberi dengan tulus ikhlas dalam kebersamaan, daripada manehe-nehe di tongandalan, jala unang egois gabe holan angka namora ma boi pajongjong gareja dengan teknik modern yang sangat apik. Molo tung milik ni HKBP dohot Gareja na sian hitaan ma i Lelangi, unang mago nian, talestarihon ma, dengan mengembalikan kepada hakekat persembahan yang sebenarna songon na binahen ni angka pendahulunta najoloi, why not? atehe Bapa. Pasu-pasu do i bapa molo adong talenta gabe MC di ulaon ni Tuhan, perlu dikembangkan. GBU. Love, Love n Love (TodungLToruan)

  4. 10 Ciri Orang yang Berpikir Positif

    Semua orang yang berusaha meningkatkan diri dan ilmu pengetahuannya
    pasti tahu bahwa hidup akan lebih mudah dijalani bila kita selalu
    berpikir positif. Tapi, bagaimana melatih diri supaya pikiran
    positiflah yang ‘beredar’ di kepala kita, tak banyak yang tahu. Oleh
    karena itu, sebaiknya kita kenali saja dulu ciri-ciri orang yang
    berpikir positif dan mulai mencoba meniru jalan pikirannya.

    1. Melihat masalah sebagai tantangan
    Bandingkan dengan orang yang melihat masalah sebagai cobaan hidup
    yang terlalu berat dan bikin hidupnya jadi paling sengsara sedunia.

    2. Menikmati hidupnya
    Pemikiran positif akan membuat seseorang menerima keadaannya dengan
    besar hati, meski tak berarti ia tak berusaha untuk mencapai hidup
    yang lebih baik.

    3. Pikiran terbuka untuk menerima saran dan ide
    Karena dengan begitu, boleh jadi ada hal-hal baru yang akan membuat
    segala sesuatu lebih baik.

    4. Mengenyahkan pikiran negatif segera setelah pikiran itu terlintas
    di benak
    ‘Memelihara’ pikiran negatif lama-lama bisa diibaratkan membangunkan
    singa tidur. Sebetulnya tidak apa-apa, ternyata malah bisa
    menimbulkan masalah.

    5. Mensyukuri apa yang dimilikinya
    Dan bukannya berkeluh-kesah tentang apa-apa yang tidak dipunyainya

    6. Tidak mendengarkan gosip yang tak menentu
    Sudah pasti, gosip berkawan baik dengan pikiran negatif. Karena itu,
    mendengarkan omongan yang tak ada juntrungnya adalah perilaku yang
    dijauhi si pemikir positif.

    7. Tidak bikin alasan, tapi langsung bikin tindakan
    Pernah dengar pelesetan NATO (No Action, Talk Only), kan? Nah, mereka
    ini jelas bukan penganutnya.

    8. Menggunakan bahasa positif
    Maksudnya, kalimat-kalimat yang bernadakan optimisme,
    seperti “Masalah itu pasti akan terselesaikan,” dan “Dia memang
    berbakat.”

    9. Menggunakan bahasa tubuh yang positif
    Di antaranya adalah senyum, berjalan dengan langkah tegap, dan
    gerakan tangan yang ekspresif, atau anggukan. Mereka juga berbicara
    dengan intonasi yang bersahabat, antusias, dan ‘hidup’.

    10. Peduli pada citra diri
    Itu sebabnya, mereka berusaha tampil baik. Bukan hanya di luar, tapi
    juga di dalam. (hannie k.wardhanie)

    Terima kasih Pak Tuaman, sebuah ide cemerlang dari Pak Hannei yang perlu dicamkan. Namun korelasinya dengan lelang, masih saya harus pelajari, okay? Love, Love n Love (TodungLToruan)

  5. Phenomena “bisnis” pada gereja bernuansa/beraroma tradisi sejak dahulu telah tercium, ada kesan seolah-olah dipelihara dengan alasan penanggulangan kebutuhan dana bagi maksud pembangunan/renovasi gedung, pengelolaan rutin keperluan non fisik, pelayanan kategorial, keperluan administrasi lainnya. Hal ini berdampak bagi iman jemaat gereja tersebut seiring dengan krisis keuangan global yang melanda dunia dan telah menelan banyak korban, sehingga ada anggapan “menghalalkan berbagai cara” untuk mengumpulkan uang. Menjadi pertanyaan adalah apakah sudah sedemikian jatuhnya gereja dan apakah Tuhan telah meninggalkan gereja-Nya? Kemana para jemaat gereja tersebut?

    Seiring dengan itu, berkembang pula polemik tentang halal tidaknya lelang, penampilan paduan suara/vokal group alias “ngamen” ke gereja yang lebih gemuk. Bola salju yang menggelinding semakin besar, sedangkan interpretasi dan tanggung jawab atas kegiatan tersebut diserahkan pada masing-masing. Tidaklah mengherankan apabila ada pandangan yang perlu diuji kebenarannya yang menyatakan bahwa pelaksanaan lelang adalah persaingan janji iman, karena merujuk kepada tradisi nenek moyang yang tidak lain berlomba memperbesar persembahan untuk keperluan gereja, untuk Tuhan. Naluri rohani setiap orang percaya yang setia kepada Tuhan Yesus Kristus berlaku universal dan tidak dapat dihambat, bahkan mereka akan bersehati menyatakan bahwa Tuhan tidak menghendaki ikatan-ikatan duniawi (tradisi) mencemari gereja-Nya. Merupakan hal yang tidak rohani bila tradisi sebagai panglima atas gereja-Nya dan bukan Tuhan Yesus.

    Tuhan Yesus yang dahulu, sekarang dan yang akan datang berfirman bahwa tidak pernah orang benar ditinggalkan atau anak cucunya meminta-minta. Bahkan lebih jauh Ia berfirman bahwa ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan. As Christian, we are promised the blessings of God, not the curses of the devil. The promise of prosperity and blessing belongs to us, not the curse of poverty and fear.

    Krisis keuangan global boleh saja terjadi pada dunia, namun tidak berlaku dan tidak akan terjadi pada gereja-Nya. Tentunya ini berpulang kepada kita sendiri masing-masing apakah kita sudah memberi kepada-Nya (Lukas 6:38), dengan sukacita tanpa syarat/ikatan apapun. Bila kita berjalan disertai dengan Roh Kudus, kita akan senantiasa memiliki kasih untuk memberi sebab demikianlah sifat Tuhan kita yang senantiasa memberi.

    Horas Tulang, ompungku boru Siburian, ompung ni Bapa Boru Sianturi, angkang borungku Boru Sianturi. Kita sependapat tentang bisnis di Gereja, dan Aturan dan Peraturan HKBP 2002 sangat sarat dengan bisnis terutama bisnis Pendeta khususnya penempatan Pendeta. Dalam satu pasalnya kira-kira menyebutkan bahwa mulai tahun 2004 Pimpinan HKBP (Ephorus) akan memberikan surat penugasan kepada Pendeta untuk menjadi Pimpinan Gereja di seluruh HKBP; sehingga mereka saling berusaha masuk ke Gereja-Gereja setempat (Pagaran) dan kalau perlu sikut menyikut dan tidak peduli dengan Pendeta Ressort, pokoknya masuk ke menjadi Pimpinan Gereja (Uluan Ni Huria) dan disana menjadi Raja Kecil dengan segala teknik menguasai jemaat itu. Cara menguasai Gereja HKBP sangat mudah: 1. mencari teman semarga, hula-hula, tulang dan kekerabatan lainnya, setengah anggota Gereja langsung tercover dikuasai, 2. Mencari siapa barisan sakit hati di Gereja itu, 3. Tidak menggunakan lagi semua Sintua atau fungsionaris yang lama yang tidak setuju dengannya, 4. Mematikan lawan melalui khotbah, sebagai Pendeta merasa setara dengan Tuhan, menyatakan yang benar melawan musuh-musuhnya melalui mimbar, pada hal dia sendiri adalah pelaku kejahatan yang dituduhkan dalam khotbahnya, 5. Memilih-milih Pendeta yang boleh berkhotbah di Gereja itu, termasuk Pendeta Ressortnya, tidak boleh, takut, malah akan menjelek-jelekkan pendeta pimpinan jemaat itu, atau jemaat akan merasa bahwa pendeta pendatang itu lebih hebat darinya, 6. Menyelenggarakan even besar sebagai pertanda bahwa semua anggota jemaat sudah dikuasai, 7. Membentuk punguan (kelompok) baru (mis. Ester, Maranatha, Ecklesia) yang hanya boleh dipimpin olehnya, 8. Merekrut penatua-penatua baru dengan berbagai alasan, 9. Tidak memberlakukan keputusan-keputusan jemaat yang sudah ada, tapi menggantikannya dengan semena-mena tanpa persetujuan penatua (sermon). Jadi memang Gereja sudah kurang dipenuhi oleh Suara Kenabian Allah. Love, Love n Love (TodungLToruan)

  6. http://hebrew4christians.com/Scripture/Torah/Ten_Cmds/Ninth_Cmd/ninth_cmd.html

  7. Gereja sudah kurang dipenuhi oleh Suara Kenabian?

    Menanggapi pendapat saudara, saya mengajak sdr. untuk kembali ke dasar.

    Dalam menentang gereja Katolik Roma, Martin Luther mengatakan “Satu-satunya sumber ajaran Kristen yang benar hanyalah ALKITAB”. Di dalam Alkitab dikatakan bahwa Yesus adalah Terang Dunia.

    Jika demikian adanya maka kita sebagai anggota tubuh Kristus harus BISA MEMPENGARUHI dunia. Layaknya sinar matahari bisa mengeringkan tanah/pakaian yang basah, dll. Jadi bukannya dunia yang mempengaruhi gereja. Itu sebabnya begitu ditetapkannya agama Kristen sebagai agama kerajaan Romawi, maka para bapak gereja berani mengubah tgl. 25 Desember dari hari penyembahan dewa matahari menjadi hari Natal.

    HKBP tidak berani melakukan hal yang sama. Lelang yang merupakan produk duniawi dibawa ke gereja. Adat batak yang merupakan produk orang batak pra Kristen (animisme/sipelebegu) di bawa ke gereja setelah dikristenkan terlebih dahulu. BUKANNYA DIBUAT ADAT BATAK TERBARU YANG BENAR-BENAR KRISTEN TERLEBIH DAHULU, lalu disosialisasikan kepada masyarakat batak Kristen.

    Sehingga tidak heran bila pembangunan tugu marak di bonapasogit, banyaknya orang batak Kristen yang berziarah ke makam sisingamangaraja untuk “minta berkat”, adat nomor 1 sedangkan Tuhan Yesus nomor 3 di kalangan orang batak Kristen, dll.

    Selain itu, karena ompunta sijolojolo tubu mengajarkan tentang hagabeon (balita), hamoraon (harta) dan hasangapon (tahta) maka angka guru huria tamatan Sipoholon tidak laku di gereja-gereja yang secara finansial sebetulnya sudah mampu membayar gaji seorang guru huria tamatan Sipoholon. Sebab hal itu akan mempersempit kesempatan para sintua, yang sudah diperhamba oleh hasangapon, menjadi guru huria. Jika sudah demikian maka terjadilah perebutan jabatan di dalam gereja, terjadilah coup d’etat di beberapa gereja. Hal tsb disebabkan oleh TIDAK MAMPUNYA GEREJA HKBP MENJADI TERANG DUNIA. Munculnya peraturan baru yang mensahkan beralihnya jabatan uluan ni huria dari kalangan sintua ke tangan para pendeta semata-mata dikarenakan gereja yang sudah mampu tidak mau menerima guru huria tamatan Sipoholon.

    Jika kita sudah menyanyikan lagu “Jesus Raja ni Huria” di setiap kebaktian/ibadah, maka KITA HARUS BERANI MENOLAK BISIKAN SETAN YANG MENUNJUKKAN PADA SAUDARA 9 CARA MENGUASAI GEREJA.

    Gereja itu bukanlah perusahaan. Gereja bukanlah kantor pusat partai politik. Gereja itu rumah ibadah. Gereja itu RUMAH TUHAN. Jadi yang berkuasa disitu adalah TUHAN, bukan sintua tertentu atas nama Tuhan.

    Hahhaha….ha….. Terima kasih Tulang, kita sependapat, agar fungsi Gereja kita kembalikan pada fungsi suara kenabian Allah, bukan suara kenabian orang perorang termasuk Pendeta, Sintua, Kepatuhan mendahulukan adat dari pada Tuhan, sehingga hingga hari ini kita harus berjuang mempertahankan suara reformasi DR Marthin Luther, yang awalnya bernazar akan menjadi biarawan, anak pemilik tambang dan pengolah logam Hans Luther dan Ibunya yang sangat religius Margaretha Luther: Sola Fide, Sola Gracia dan Sola Scriptura, serta 95 dalil lainnya yang ditempelkan di depan Gereja Wittenberg, yang dilatarbelakangi dan dipicu oleh penolakannya atas surat indulgensi. Love, Love n Love. (TodungLToruan)

  8. Vitalnya Kata, Fatalnya Dusta

    Oleh Eka Darmaputera

    Setelah Titah ke-VIII, ”JANGAN MENCURI”, sekarang tiba giliran membahas Titah ke-IX – the last one — ”JANGAN MENGUCAPKAN SAKSI DUSTA TENTANG SESAMAMU”. Titah ini dapat kita baca dari Keluaran 20:16 dan Ulangan 5:20.
    Dalam terjemahan bahasa Indonesia, bunyi kalimat dalam dua kitab tersebut persis sama. Tapi tidak begitu dalam naskah aslinya. Dalam naskah bahasa Ibrani, kata yang dipakai untuk ”saksi dusta” pada versi Keluaran, mengandung pengertian ”mengucapkan kebohongan”, ”ketidak-benaran”. Sedang pada versi Ulangan, ”berbicara secara tidak-serius”; ”membual”; ”sembrono”.
    Memang bukan perbedaan yang esensial. Malah sebaliknya, keduanya saling melengkapi. Yang versi Keluaran menekankan ”hakikat”nya. Yaitu bahwa mengucapkan ”kesaksian dusta”, tidak kurang adalah mengucapkan kebohongan; menyebarluaskan ketidakbenaran. Sedang yang versi Ulangan berbicara mengenai ”roh”nya. Yaitu bahwa di balik ”kesaksian palsu”, adalah ”ketidak-sungguhan”. Ketidak-sungguhan orang dalam menyaring tindakannya sendiri, maupun dalam memperhitungkan akibatnya terhadap orang lain. Sembrono.

    JELAS sekali, betapa Hukum ke-VIII ini mengambil ”dunia pengadilan” sebagai latar belakang. Sebab itu dengan segera kita dapat membayangkan ”suasana”nya. Di situ, berkumpullah orang-orang yang dalam segala hal mungkin saling berbeda. Namun demikian, mereka diikat oleh tujuan yang sama. Yaitu, ”mencari kebenaran” dan ”mengupayakan keadilan”.
    Di situ ada seorang, atau lebih, anak manusia yang ”nasib” dan ”hidup”nya sedang ditentukan. Bila yang bersangkutan adalah terdakwa, dan terbukti bersalah, apakah ia akan mendapat hukuman yang setimpal, tapi adil? Dan bila sebaliknya, ia adalah korban yang sedang mencari keadilan, apakah ia akan memperoleh kompensasi yang memadai atas kerugian yang dideritanya?
    Pendek kata, agar kejahatan tidak dibiarkan bebas tanpa hukuman, namun demikian baik pelaku maupun korban tetap dihormati hak-hak serta martabat mereka. Dan yang terpenting, pengadilan tidak ”menumpahkan darah orang yang tak bersalah”.
    Demikianlah, suasana batin atau ”mood” yang melatar-belakangi ”Titah ke -IX” ini, adalah suasana yang ”kritis” dan ”serius”. ”Kritis” dan ”serius”, sebab ada ”nasib”, ”hidup” dan ”masa depan” orang yang sedang dipertaruhkan. Bukan main-main.
    Dalam rangka mencari kebenaran, serta untuk tiba pada keputusan yang seadil-adilnya, maka bukan saja peran hakim atau jaksa atau pembela yang sangat menentukan. Yang tak kurang vitalnya, adalah peranan para ”saksi”. Keterangan para saksi ini dapat meringankan, tapi dapat pula memberatkan. Bisa memberikan kejelasan, tapi bisa pula menambah kekaburan. Sebab itu para saksi pun harus bersungguh-sungguh dalam melaksanakan fungsinya. Tidak boleh ”main-main”.
    Untuk itu, sebelum memberi kesaksiannya, para saksi harus disumpah. Bahwa dalam kesaksian mereka, mereka berjanji hanya akan mengatakan kebenaran — tanpa dipelintir-pelintir. Bahwa mereka akan menyatakan seluruh kebenaran — tanpa ada yang sengaja disembunyikan. Dan bahwa mereka tidak akan mengungkapkan apapun yang lain, kecuali kebenaran — bukan opini, bukan interpretasi, bukan a priori.

    MENGINGAT begitu seriusnya peran para saksi ini, dapatlah kita mengerti, mengapa ”kesaksian palsu” atau ”kesaksian dusta” ditanggapi begitu seriusnya dalam Dasa Titah, bahkan dalam seluruh alkitab. Kita disadarkan ulang, bahwa ”kesaksian dusta” – bila dibiarkan — akan merupakan ”horror” dan ”bencana” bagi seluruh proses mencari keadilan. Sebuah mimpi buruk bagi keberadaban — karena itu juga bagi keberadaan — sebuah bangsa.
    Itulah yang pertama-tama ingin saya ingatkan mengenai Titah ke-IX ini. Bahwa ada suasana batin yang amat serius yang melatar-belakangi hukum tersebut. Bahwa berkata benar adalah sesuatu yang serius. Dan bahwa berkata dusta adalah dosa yang serius pula.
    Seluruh alkitab membenarkan apa yang saya katakan. Bagi pemazmur, salah satu pengalaman yang paling pahit dalam hidupnya, adalah ketika mesti menghadapi kesaksian dusta lawan-lawannya. Ia sampai berteriak, ”Telah bangkit menyerang aku saksi-saksi dusta dan orang-orang yang bernafaskan kelaliman!” (Mazmur 27:12)
    Kemudian, menurut sang Bijak dari kitab Amsal, ada enam perkara yang dibenci dan dianggap keji oleh Tuhan – bahkan tujuh. Yaitu, ”mata sombong, lidah dusta, tangan yang menumpahkan darah orang yang tidak bersalah, hati yang membuat rencana-rencana jahat, kaki yang lari menuju kejahatan, dan … saksi dusta yang menyembur-nyemburkan kebohongan, dan yang menimbulkan pertengkaran” (6:16-19).
    Sebaliknya, ”saksi yang setia menyelamatkan hidup” (Amsal 14:25). Karena itu, ”saksi dusta tidak akan luput dari hukuman, (dan) orang yang menyembur-nyemburkan kebohongan akan binasa” (Amsal 19:9; 21:28)
    Perjanjian Baru menjelaskan, bahwa ”sumpah palsu” adalah ”bayi” yang dilahirkan oleh hati yang jahat” (Matius 15:19). Ia merupakan bagian tak terpisahkan dari setiap skenario peradilan yang tidak adil. Ini nyata, baik dalam pengadilan Stefanus (Kisah Para Rasul 6:13) maupun dalam pengadilan Yesus sendiri (Matius 26:59-60).

    YANG tak kurang menariknya dalam hubungan ini, adalah sikap alkitab terhadap mereka yang menolak memberi kesaksian. Bila yang bersangkutan memiliki bahan-bahan kesaksian yang penting, tapi tidak bersedia mengungkapkannya, maka ia akan dipandang dan diperlakukan sama seperti si pelaku kejahatan itu sendiri.
    ”Apabila seseorang berbuat dosa, yakni jika ia mendengar seorang mengutuki, dan ia dapat naik saksi karena ia melihat atau mengetahuinya, tetapi ia tidak mau memberi keterangan, maka ia harus menanggung kesalahannya sendiri” (Imamat 5:1)
    Jadi, ada dosa yang disebabkan karena orang berbicara, namun ada pula dosa yang disebabkan karena orang TIDAK berbicara. Dosa karena berdiam diri. The sin of silence.
    Ada banyak sebab, mengapa orang memilih untuk diam. Ada yang tidak mau berbicara, karena takut. Mengenai ”diam” dari jenis ini, saya harap Anda tidak terlalu gegabah menghakimi secara ”gebyah uyah”.
    Ada orang yang diam, karena yang bersangkutan memang penakut atau pengecut. Sikap yang tidak terlalu membanggakan hati. Namun demikian, harus kita akui, bahwa kadang-kadang itu bukan kesalahan mereka sepenuhnya. Tidak jarang ada ada keadaan yang sedemikian rupa menindas dan mencekamnya, sehingga ”takut” adalah sesuatu yang manusiawi.
    Malah bisa terjadi, dalam situasi-situasi ekstrem tertentu, sikap ”diam” justru adalah sikap yang terpuji. Di zaman Orde Baru, misalnya, ada orang-orang yang layak kita puji karena mereka memilih untuk diam, ketimbang berteriak-teriak mendukung ini atau mendukung itu, menunjukkan oportunisme mereka. Dalam hal-hal tertentu, sungguh, ”diam” adalah bentuk perlawanan terhadap keangkara-murkaan.
    ”Diam” yang tercela, menurut penilaian saya, adalah ”diam” yang lahir dan didorong oleh ketidak-pedulian, apatisme, egoisme, ”cari aman”, ”cari selamat”. Jenis ”diam” yang seperti inilah, yang menyuburkan kejahatan dan kesewenang-wenangan. Sebab dengan diam, kejahatan dibiarkan tumbuh dengan bebas, tanpa gangguan ataupun perlawanan. Dan ”membiarkan kejahatan” jenis inilah, yang layak disamakan dengan ”melakukan kejahatan” itu sendiri. ”Bersaksi dusta” paling sering terjadi dalam bentuk ”tidak berkata apa-apa”.

    BUKAN hanya bagi konteks dunia pengadilan saja, hukum ke IX ini relevan. Hukum ini juga amat relevan bagi seluruh kehidupan. Sebab bukankah seharusnya seluruh proses kehidupan kita, adalah juga merupakan proses memperjuangkan kebenaran dan upaya mewujudkan keadilan? Bukankah dalam kehidupan ini, semua orang setiap saat sedang ditentukan ”nasib”nya: apakah ia akan mendapat hukuman yang setimpal atas kesalahannya, dan memperoleh perlindungan bila dikambing-hitamkan secara semena-mena?
    Bukankah dalam hidup ini, setiap kali kita berinteraksi dengan orang lain, tidak jarang kita harus berfungsi sebagai hakim, jaksa, terdakwa, tapi yang senantiasa harus adalah berfungsi sebagai saksi? Bahwa, seperti kata Yesus di hadapan Pilatus, ”untuk itulah aku lahir dan untuk itulah aku datang ke dalam dunia ini, SUPAYA AKU MEMBERI KESASKSIAN TENTANG KEBENARAN” (Yohanes 18:37) – begitu pula tugas dan misi kita.
    Kalau pun di dalam kenyataan, ternyata kita tidak mampu mewujudkan kebenaran dengan mengalahkan kepalsuan serta kejahatan, Allah akan maklum. Tapi paling sedikit, jangan jadikan diri kita sebagai bagian dari kepalsuan serta kejahatan itu sendiri. Dalam hal ini, bentuk titah yang negatif , ”JANGAN MENGUCAPKAN SAKSI DUSTA TENTANG SESAMAMU” menjadi lebih realistis. Walaupun tetap saja pelik. Pelik untuk hidup jujur, tapi tidak hancur. Pelik untuk bertindak cerdik, tanpa menjadi licik. Pelik untuk berhati lugu, tapi tidak berotak dungu. ***

    Terima kasih atas kunjungan ke web saya yang ala kadarnya ini, dikunjungi seorang Bapak Pendeta yang saya kagumi selama ini melalui buku-buku kristen dan khotbah serta ceramah-ceramahnya yang banyak mengubah pola hidup kristiani yaitu Bapak Eka Darmaputra. Memang Lelang dalam topik saya perlu didalami lebih dahulu sejak awalnya dilaksanakan di Gereja khususnya di Gereja-Gereja yang berpusat di Tapanuli (mungkin Lutheran Church), hingga prosesnya kemudian. Awalnya, sungguh lelang itu sebagai persembahan dan merupakan janji iman seseorang, namun kemudian beralih menjadi persembahan persaingan duniawi yang menurut tulisan Bapak Pdt Eka Dharmaputra di atas sudah melanggar Hukum Taurat ke VII dan IX, mencuri dan berbohong. Nah, yang ingin saya anjurkan dalam tulisan itu agar kita kembali pada hakekat awalnya. Sekali lagi, terima kasih. Love, Love n Love. (TodungLToruan)

  9. Jadi karena yang menciptakan adat batak adalah orang batak primitif (pra Kristen), sedangkan orang batak itu merupakan ciptaan Tuhan, maka yang harus di dahulukan adalah TUHAN bukan adat.

    KITA BERANI MELAWAN ARUS YANG SELAMA INI MENGALIR DI TENGAH-TENGAH ORANG BATAK, yakni adat no. 1, Tuhan no. 2 atau 3.

    Itulah salah satu dampak negatif dari buah pikiran Lothar Schreiner dalam bukunya “Perjumpaan Adat dan Injil”. Sehingga walaupun sudah Kristen, banyak orang batak yang mendahulukan adat daripada Tuhan. Dampak negatif lainnya: duluan tugu ni ompunta i
    berdiri dengan megahnya di bona pasogit daripada gereja dengan arsitektur yang indah nan megah. Belakangan ini aja gereja-gereja di bona pasogit berdiri dengan indah nan megah.

    Jadi karena Injil telah meresap di hati orang-orang Batak selama hampir 150 tahun, maka kita
    lah yang berhak penuh mengatur adat batak kita, bukan si Lothar Schreiner. Karena kitalah pemilik yang sah dari adat batak itu sendiri, bukan Lothar Schreiner.

    Agar adat batak itu benar-benar adat batak Kristen murni, maka SUDAH SAATNYA ORANG BATAK KRISTEN MENCIPTAKAN ADAT BATAK BARU YANG BENAR-BENAR KRISTEN. Sebab adat batak yang sekarang bukan adat batak kristen yang asli, dan pelaksanaanya sudah menjurus kepada LOMOLOMO NI IBA. Terutama di wilayah jabotabed ini.

  10. 1. HKBP ADALAH GEREJA, bukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Oleh sebab itu yang dibutuhkan oleh jemaat HKBP adalah pelayan yang takut akan Tuhan, bukan pelayan yang memiliki gelar Prof.DR, MTh, dll. Jika pelayan HKBP memiliki rasa takut akan Tuhan, maka yang namanya pendeta materialistis, gila hormat, dll. tidak ada dalam daftar pelayan HKBP. Nommensen pada saat tiba di bona pasogit serta pada saat menginjili orang Batak TIDAK MEMBAWA GELAR APA-APA dari Jerman. Setelah beliau sukses besar dalam menginjili orang Batak, ia mendapat gelar DOKTOR HONORIS CAUSA dari pemerintahan Belanda di Amsterdam.

    2. HKBP ADALAH GEREJA, bukan partai politik. Oleh sebab itu HKBP harus memiliki sis tem pemilihan pimpinan tersendiri, baik di tingkat pusat, distrik maupun resort, yang berbeda dengan sistem pemilihan yang ada di dunia ini.

    3. HKBP ADALAH GEREJA, bukan lembaga pelestarian budaya Batak. Tujuan dari dipeliranya adat batak oleh para missionaris dari Jerman adalah agar supaya orang Batak bisa menerima 100% Firman Tuhan yang mereka bawa. Itu adalah salah satu strategi penginjilan untuk memenangkan Kristus di hati para suku primitif. Sebab jika missi mereka dimaksudkan untuk memusnahkan adat Batak, otomatis missi mereka akan menemui kegagalan 100%. Sekarang di usianya yang hampir mendekati 150 tahun, HKBP harus mampu merumuskan adat Batak yang baru dan benar-benar Kristen. Sebab adat Batak sekarang bukanlah adat Batak Kristen yang murni, melainkan adat Batak animisme yang diubah menjadi adat Batak “Kristen”. Alhasil di wilayah jabotabed ini sudah banyak bermunculan adat Batak lomo-lomo dengan dalih agar sesuai dengan Firman Tuhan. Selain itu orang Bataklah yang mengatur adatnya sendiri, bukan orang Jerman yang bernama Lothar Schreiner. Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa orang Batak lebih pintar dari orang Jerman. Tidak!!!. Tapi orang Batak berhak mengatur dapurnya sendiri yang bernama adat Batak. Ibarat sebuah rumah: HKBP adalah ruang tamunya orang Batak, sedangkan adat Batak adalah dapurnya. Jika HKBP sudah menjadi gereja yang mandiri sejak tahun 1940, kenapa adat Batak masih dipengaruhi oleh orang Jerman yang bernama Lothar Schreiner? Dalam menentang ajaran gereja Katolik Roma, Martin Luther dalam salah satu dalilnya mengatakan bahwa “Satu-satunya sumber ajaran Kristen yang benar hanyalah ALKITAB” (Sola Scriptura). Oleh sebab itu melalui tulisan ini saya ingin mengajak para pembaca majalah Suara HKBP untuk meninggalkan buku “Perjumpaan Adat dan Injil” yang ditulis oleh Lothar Schreiner serta kembali kepada Alkitab. Sebab buku tersebut telah membuat adat Batak menjadi nomor 1, sedangkan Tuhan Yesus menjadi nomor 2 atau 3 di hati orang Batak Kristen. Selain itu banyak tugu ni angka ompunta sijolojolo tubu bermunculan di bona pasogit serta banyak orang Batak Kristen berziarah ke makam Sisingamangaraja untuk meminta “berkat”.

    4. HKBP ADALAH GEREJA, bukan panggung kehormatan orang-orang Batak. Belakangan ini banyak orang Batak yang ingin mencari nama melalui pelayanan yang mereka berikan kepada gereja HKBP. Hal ini didasari oleh ajaran ompunta sijolojolo tubu yang mengatakan “hagabeon (balita), hamoraon (harta) dan HASANGAPON (tahta)”. Padahal Alkitab dengan tegas mengatakan, “Janganlah kamu gila hormat….” (Galatia 6). Itulah dampak negatif dari adanya dualisme tuan dalam gereja HKBP, yakni Tuhan Debata dan ompunta sijolojolo tubu. Sehingga sangat sulit sekali orang Batak meninggalkan warisan dari ompunta sijolojolo tubu berupa parbadaan. Walaupun sudah Kristen dan berdomisili di Amerika, sai tong marbada halak Batak i. Selain itu tidak lakunya guru huria tamatan Sipoholon adalah karena keberadaan mereka di gereja-gereja resort maupun pagaran akan mengancam atau mempersempit kesempatan para sintua untuk menduduki jabatan guru huria alias mencari popularitas dirinya (mangalului hasangapon ni dirina). Padahal gereja mereka secara finansial mampu membiayai seorang guru huria tamatan Sipoholon, namun karena hal itu akan memperkecil kesempatan sintua untuk menduduki jabatan tersebut maka dibuatlah alasan keuangan sebagai faktor utama menolak kehadiran guru huria tamatan Sipoholon. Jika orang Batak Kristen ingin mencari popularitas, gereja HKBP bukanlah tempatnya. Di kantor, di organisasi, di instansi pemerintah, dll. kita bisa mencari popularitas asalkan dengan cara yang sesuai dengan Firman Tuhan.

    .

    Amang St J. Simorangkir Yth.:
    Ada temanku Pdt Simorangkir yang sangat kukagumi cara berfikirnya sangat analisis, penyampaian khotbahnya yang sangat responsif, tutur katanya sangat mengasihi, say bayangkan mirip dengan Amang St J. Simorangkir, mudah-mudahan jadi pertemuan yang indah, terima kasih mengunjungi web tercinta ini. Memang Gereja HKBP dicintai banyak umat, kita cintai bersama, hampir seluruhnya mengenal apa yang dinamakan lelang untuk membangun dan merehab Gerejanya baik di desa maupun di Kota, kecuali Gereja-Gereja besar seperti HKBP Jalan Jambu atau HKBP Kebayoran Baru di Jakarta. Tidak dapat disangkal dalam pelaksanaannya seperti saya uraikan dalam tulisan bahwa kadang berubah jadi persaingan kekayaan, titel dan hasangapon seperti juga Amang tulis. Nah, inilah manfaat respons Amang agar dalam pelaksanaan Lelang jangan lagi terjadi. Terima kasih.
    Mengenai habatakon dan Adat Batak dalam hakristenon HKBP adalah barang berharga yang sangat berkolerasi signifikan, tidak dimiliki oleh bangsa-bangsa lain kecuali Adat Yahudi. Orang Batak memiliki aim (tujuan/cita-cita hidup) yang sangat mendasar dan selamanya hidup yaitu hamoraon, hagabeon, hasangapon, di luar itu agak sulit kita mengatakan seseorang itu orang Batak atau tidak. Nah, datanglah hakristenon sejak awal kehadirannya hingga sekarang “menjembatani” dengan pendirian sekolah yang merupakan jalan menuju aim dimaksud, sudah tentu bersama dengan Firman Tuhan,(Seminar “Adat dan Kekristenan” oleh: Pdt P. Panggabean, STh (Teol) sehingga habatakon dan hakristenon khususnya HKBP keduanya jalan bersama. Sungguh indah, tidak dimiliki oleh yang lain. Love, Love n Love (TodungLToruan)

  11. Jika kita sudah mengimani Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, maka sudah sepantasnya kita menjadikan DIA sebagai satu-satunya guru dalam hidup kita. Ompunta sijolojolo tubu, para teolog, pendeta jangan dijadikan guru lain dalam hidup kita. Sebab mereka itu manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan.

    YESUSLAH GURU KITA YANG BENAR, bukan ompunta sijolojolo tubu, bukan para teolog dan juga bukan para pendeta.

    Dalam menentang ajaran gereja Katolik, Martin Luther dalam satu dalilnya mengatakan, “Satu-satunya sumber ajaran Kristen yang benar hanyalah ALKITAB (Sola Scriptura)”.

  12. Soal lelang itukan teknis pencarian dana saja. Intinya, seriap teknis pencarian dana itu harus tetap dilakukan dalam koridor kristiani. Kalau itu terpenuhi, silahkan saja.

    .
    Terima Kasih
    Selamat Hari Natal 2008, Selamat Tahun Baru 2009.
    Memang, maksud saya, ingin juga menggali betapa suburnya pembangunan Gereja dengan Lelang, lebih tepat lagi kalimat Pak Theo ” asal dalam koridor Kristiani ” Terima kasih. Love, Love n Love (TodungLToruan)

  13. Mazmur Daud. Tuhanlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang diam

    Terimakasih, ayat yang tepat


Leave a comment

Categories